Minggu, 26 Oktober 2008

Akhirnya dia Kembali


Akhirnya Kau Kembali*

Jakarta, 27 Agustus 2008 Pkl.21.00

By : Abdul Latief.

Bisakah anda membayangkan kebahagiaan Adam kala bersua dengan Hawa di Jabal Rahmah, setelah sebelumnya terpisahkan saat diturunkan ke Bumi?. Dapat pulakah Anda merasakan kebahagiaan Nuh dan pengikutnya saat menemukan daratan setelah sekian lama berlayar dengan bahteranya di atas genangan air bah? Atau mampukah Anda menangkap Isyarat kebahagiaan Yusuf dipersatukan Allah bersama Julaikha setelah sekian lama mendapat ujian cinta?

Tak ada kebahagiaan yang lebih indah selain pertemuan dengan sesuatu yang kita harapkan. Begitu pulalah yang kurasakan di minggu ini, mengalami beberapa kebahagiaan akibat pertemuan yang mengejutkan dengan sesuatu yang kudamba selama ini. Gerangan apa yang ingin kutemui akhir-akhir ini?

Di awal pekan ini, sepotong SMS menyeruak ke dalam HP-ku ”Alhamdulillah acara lamaran Ika & Topan berjalan dengan sukses, Insya Allah akad nikah dan resepsi tanggal ...... doakan semoga semuanya lancar, dan lo harus datang ya..” Tak kutunggu lama, langsung kusambar HP CDMA-ku dan mengucapkan selamat atas rencana pernikahan sahabatku ini. Berakhir sudah hujan air mata dan derai harapan yang kerap tertuang darinya untuk sampai pada tahap ini. Kalau saja seluruh nyamuk di kamarku ini dapat kukirim padamu, akan kuperintahkan mereka menghisap manisnya kebahagiaanmu di malam ini, agar dapat menambah manis kebahagiaanku mendengar kabar gembira ini. Pun demikian, untuk sesaat ini tak kurasakan gatal gigitan nyamuk yang tengah berdamai atas nama kebahagiaanmu sahabatku.

Kemarin, di tengah aktifitas menyusun evaluasi trainingku di Palembang, tiba-tiba meluncur sebuah Email ke inbox PC-ku, surat elektronik bertajuk ”Syukur Seperempat Abad” menyegarkan mataku yang sedari tadi menuntut untuk dipejamkan sesaat. Hatiku bersorak gembira, sambil mengucap dalam hati ”selamat Ulang tahun bro, semoga cita mu tercapai” dalam hati aku tersenyum bangga bahwa tradisi merenung dan menulisku terutama di saat ultah, ternyata juga diwarisi oleh sahabatku Edi Hudiata yang selama ini kudambakan bertemu dengannya lewat media tulis ini. Maklum, semenjak dia menapakan kaki di bumi pertiwi ini, kreatifitasnya seakan dikebiri oleh kemandekan negeriku. Inilah harta karun kreatifitas yang kembali kutemukan dari sahabatku. ”Bro, aku bahagia akan ini, semoga tidak hanya di hari jadimu,tapi kau tetap berbahagia selalu

Hal lain yang turut melengkapi bunga kehagiaan di taman hatiku adalah munculnya sesosok tubuh kurus di ujung pintu air delapan di belahan kali Sunter. Dia masih tergolek duduk menunduk, punggungnya tersandar pada pinggiran beton pintu air dengan bahu melengkung busur ke arah bawah, tanganya terkulai lemah di paha sambil memamerkan telapak kumal yang terbuka. Aku masih di seberang pintu air, gambaran dirinya masih berupa siluet, tapi aku yakin bahwa itu memang dia.

Dari seberang pintu air, hatiku mulai memekik gembira, kupercepat langkahku menuju ke arahnya, alunan musik di MP4-ku makin gemerlap menyambut pesta kebahagiaan bertemu dengan sosok yang amat kudamba kabarnya. Deru laju motor, lalu lalang pejalan kaki, bau sampah menyengat, dan gumpalan lalat di sekitar kali sunter tak sedikitpun kugubris, semakin kupacu dapur langkahku sampai pada torsi maksimal, sambil tanganku merogoh kantong bajuku mencari selembar uang sekenanya.

Langkah demi langkah semakin mendekatkanku padanya dan jelaslah bahwa, ”Itu memang kau, Pendekar Kali Sunter..!”. Segala upaya kulakukan untuk meredam resonansi kegembiraan hatiku, ingin kepeluk dan kudekap erat tubuh kumalnya sebagai ekspresi bahagiaku, tapi niat itu kandas. Aku hanya tersenyum padanya dengan senyuman termanis yang pernah kubuat, kubungkukan diri menaruh selembar uang di tangannya. Dia tak membalas senyumku, yang kuterima hanya wajah tanpa ekspresi dan segaris kerut di keningnya, aku tidak tersinggung atas reaksi hambarnya, mungkin sudah terlalu lama ia tidak mendapat senyum dari para pelintas di kali sunter dan orang disekitarnya.

Aroma kebahagiaan masih semerbak di hatiku, bau keringat kondektur Metro Mini 07 yang kutumpangi tak sedikitpun mengurangi kadar bahagiaku. ”Kenapa Kau merasa bahagia? Apakah kau bahagia dia kembali mengemis? Ataukah kau bahagia atas penderitaannya di bantaran kali itu?” tiba-tiba saja sebuah pertanyaan menyeruak dihatiku bak sambaran petir di siang bolong. Aku tak lagi tersenyum, keningku berkerut, dan hatiku mulai miris. Di kursi metro mini yang keras, aku membolak-balik labirin logika mencari jawab atas pertanyaan besar ini.

Mengemis memang bukan pekerjaan terhormat, bahkan dianjurkan untuk tidak dilakukan. Apa yang dijalani oleh pengemis itu memang bukan hal yang menyenangkan, tak seorangpun yang ingin menjalani kehidupan seperti itu, termasuk dirinya. Kalaupun aku bahagia melihatnya, bukan berarti aku tertawa di atas penderitaannya, melainkan aku bahagia karena dia masih hidup dan diberikan kesempatan untuk memanfaatkan sisa hidupnya. Bagiku, keberadaanya adalah bagian dari isyarat Tuhan untuk selalu bersyukur atas limpahan nikmat yang diberikan-Nya padaku. Aku juga diberikan kesempatan untuk menyisihkan rezeki dan berusaha meringankan beban bagi orang yang membutuhkan.” renungku dalam hati.

”Maafkan aku wahay Pendekar Kali Sunter, aku belum bisa melakukan banyak hal untukmu, uluran tanganku baru sebatas receh, itupun tidak rutin kesisihkan untukmu, tapi aku akan selalu sisihkan senyum padamu sebagai sedekah lain yang menguatkanmu. Kukan selipkan doa agar kita selalu tabah menjalani hidup. Bukan hanya kau yang sedang diuji, tapi aku, dan kita semua sedang menjalani sebuah ujian, semoga saja kita lulus ujian ini, selagi kita masih diberi kesempatan. Akhirnya kau kembali pendekarku, Selamat Datang di istanamu, semoga kita diberikan istana yang lebih indah di sisi Allah Kelak”

-- Ya ayyatuhannafsu al mutha’innah, irji’i ilaa rabbiki raadhiyatan mardhiyyah.. --

* Ini adalah tulisan ketiga dari Trilogi tentang lelaki pengemis di Pinggir kali Sunter, untuk lebih tahu tentang cerita ini, baca juga tulisanku sebelumnya bertajuk “Pendekar kali sunter” dan “Hilangnya Pendekar kali Sunter”.

Tidak ada komentar: