Terra Incognito
Lombok: 23 nov 2007
Pernahkah kita membayangkan sebelumnya bahwa kehidupan yang kita jalani adalah seperti saat ini? Sebagian besar atau bahkan hampir semua dari kita tidak pernah menyangka bahwa akan menjalani kehidupan seperti ini, tidak seperti apa yang pernah kita bayangkan sebelumnya.
Saat kita masih kecil, seringkali orangtua atau guru kita bertanya tentang cita-cita, jawaban kita saat itu sangat beragam, ada yang ingin menjadi dokter, pilot, astronot, tentara, presiden atau profesi lainnya yang kita anggap sangat menarik atau terlihat sangat hebat. Entah apa dasar kita dulu, saat menentukan cita-cita masa kecil atau remaja. Yang jelas, cita-cita sebagai dokter adalah cita-cita favorit saat itu, bahkan tidak hanya anak yang ingin bercita-cita demikian, seringkali orangtua jugalah yang mensugesti anaknya bercita-cita demikian. Mungkin profesi tersebut melambangkan kecemerlangan otak dan kejayaan secara materi, sebab hanya orang yang pintar dan berduitlah yang biasanya meraih gelar terebut, setelah luluspun, menjadi jaminan dia akan menjadi orang kaya.
Cita-cita menjadi pilot, tentara, dan presiden, juga terlanjur dipersepsi sebagai profesi prestisius yang penuh kegagahan, usaha cemerlang dan mempunyai uang yang banyak. Pokoknya jaminan bahwa orang yang berprofesi tersebut akan memiliki kewibawaan, derajat dan yang pasti kekayaan yang melimpah. Hal ini setidaknya telah mencerminkan pola pikir dan acuan nilai kesuksesan bagi bangsa kita. Atau bisa dikatakan bahwa profesi yang memiliki pangkat dan kedudukan terhormat serta kekayaan melimpah telah menjadi ‘role model’ dan barometer kesuksesan bangsa kita.
Zaman saya kecil dulu, atau bahkan sampai sekarang, sangat langka keberadaan orang tua yang mengizinkan anaknya berprofesi sebagai musisi atau seniman, karena dianggap sebagai profesi yang tidak menjanjikan masa depan yang cerah, alih-alih mendulang uang banyak, malahan berpotensi luntang-lantung menjadi ‘pengamen’ – bukan mendeskriditkan pengamen, tapi profesi ini sudah terlanjut di cap sebagai orang yang tidak sukses --.
Tidak hanya itu, banyak lagi cita-cita yang dianggap tidak menjanjikan masa depan yang cerah, misalnya menjadi seorang penulis, atlit, petani, bahkan cita-cita sebagai guru sekalipun banyak juga orang tua yang mewanti-wanti anaknya ke arah sana. Padahal semua profesi tersebut tergolong profesi yang membutuhkan kompetensi dan dedikasi, yang jelas profesi tersebut sangat mulia. Ya.. lagi-lagi itulah patron yang terlanjur tertanam di benak masyarakat kita yang hedonis.
Memanga, di zaman ini sudah mulai ada pergeseran paradigma cita-cita seorang anak, kalau anda tanyakan cita-cita mereka, kita akan mendapatkan jawaban yang lebih beragam ketimbang kita dulu. ”saya ingin menjadi pemain band, pemain sinetron, penyanyi top, musisi, peragawati, model, menjadi pelawak,...” dan banyak lagi jawaban lainnya, yang jelas itu adalah sebuah pergerakan pola pikir, bahkan bukan hanya anaknya yang bercita-cita, terkadang orangtuanyalah yang mendorong mati-matian mengorbankan modal besar demi cita-cita tersebut. Tapi motifnya tetap sama, yaitu kejayaan, kekayaan, dan kebesaran nama, akan tetapi dorongan kuat lainnya adalah muncul dari sebuah budaya instan unutk mencapai cita-cita tersebut, AFI, Indonesian Adol, Mama Mia, Pildacil adalah contoh dari budaya instan tersebut, bahkan ’menjual diri’ kerap dijadikan jalan pintas tersebut – na’uzubillah.
Saya termasuk anak yang sangat beruntung memiliki orangtua yang open minded dan mendukung penuh cita-cita saya. Mungkin ini adalah efek positif dari kebebesan berpikir pendidikan Barat yang dirasakan ayah saya saat beliau kuliah di Jerman. Kami selalu saja diberikan kebebasan berekspresi, di support dalam mengembangkan kreatifitas diri kami, ditempa secara mental dan pikiran, dan yang jelas tidak pernah dibatasi untuk menjadi apapun dalam hidup asalkan tidak melanggar norma agama.
Seingat saya dulu, hampir semua profesi pernah saya cita-citakan, dari mulai menjadi dokter, pilot, tentara, pengusaha, guru, pengacara, konsultan, hakim, penyanyi, pelukis, pesulap, atlit, arsitek, penemu, ahli komputer, bahkan menjadi seorang ulama, presiden dan astronotpun pernah saya cita-citakan. Itulah dunia masa kecil, apa saja yang kita lihat aneh dan menarik langsung saja kita coba untuk wujudkan, tapi sejalan dengan perkembangan usia dan mental, akhirnya kita menjadi lebih realistis dan mengerucut disesuaikan dengan kondisi dan kenyataan yang akhirnya mengharuskan kita menjalani kehidupan seperti ini.
Lantas sekali lagi saya bertanya, apakah kita pernah membayangkan sebelumnya bahwa kita akan menjalani kehidupan seperti sekarang ini? Yang jelas Das Solen selalu saja berbeda dengan Das Sein (baca: kenyataan yang terjadi berbeda dengan yang ktia bayangkan).
Itulah kehidupan dunia, terlalu banyak kejadian di dunia ini yang tidak pernah kita duga sebelumnya. Hidup kita ini penuh dengan terra incognito, kata dosen saya, terra incognito adalah istilah yang digunakan untuk sebuah masa depan yang kita tidak ketahui apa yang akan terjadi nanti. satu-satunya hal yang paling efektif untuk menghadapinya adalah dengan membuat rencana dan berusaha untuk berbuat yang terbaik agar saat kita tiba pada tujuan kita selalu sukses.
Saat pergi ke kantor, kita tidak tahu apa yang akan terjadi selama perjalanan kita, tapi jika kita berkendara dengan prinsip safety riding dan memilih jalan yang benar, maka kita akan sampai kantor dengan selamat dan tidak tersesat. Kalaupun terjadi kecelakaan, yang jelas Allah Maha Berkehendak akan hal tersebut.
Menjalani pekerjaan di kantor, kita tidak tahu apakah target kita akan tercapai, seperti apakah hambatan pekerjaan yang akan kita hadapi, adakah hal lain yang akan menggalkan kita, apakah atasan kita akan puas dengan hasil pekerjaan kita, bisakah kita mendapat nilai yang terbaik? Pastinya, jika kita mempersiapkan dan melaksanakan semuanya dengan totalitas, kesuksesan yang akan kita raih, Seandainya terjadi yang tidak kita harapkan, lagi-lagi itu adalah kuasa Allah.
Lebih luas lagi, Hidup manusia manusia memang selalu diberikan teki-teki dan misteri, itulah sebabnya Allah selalu memerintahkan kita untuk terus menerus berpikir, mengkaji dan bertindak on the track, dan isyarat itu terkandung di banyak ayat dalam al Quran. Akhirat adalah terra icognito, sebab kita tidak tahu akan menghuni tempat yang mana, dunia atau akhirat? Kendati demikian, di dalamnya terkandung sebuah kepastian, bahwa mereka yang on the track akan menghuni Surga dan yang menyimpang akan menghuni neraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar